Jumat, 28 Oktober 2016

Pendekatan dalam Bimbingan dan Konseling

hai hai..... Long time no see....
       kali ini aku mau share tentang pendekatan bimbingan dan konseling, kenapa posting ini? pertama aku mau bagi-bagi informasi mengenai BK, kedua dari pada info ini mubadzir di laptopku hehehehe yuk langsung aja.............
A.      Pendekatan Bimbingan dan Konseling
Bagi remaja, keberadapan konseling dibutuhkan, sebagai mana dijelaskan oleh Kathryn Geldart dan David Geldart bahwa bagi remaja, konseling diperlukan untuk :
1.    Memberi nasehat, dimana keputusan yang tepat dipandang sangat penting.
2.    Bimbingan, dimana remaja mengalami kesulitan karena ketidak matangan atau perilaku dan akan menyukai pertolongan yang berupa arahan.
3.    Psikoterapi, dimana fokusnya ada pada strees emosional dan psikologis. Harapanya adalah bahwa konseling akan mengakibatkan perubahan dalam sikap pola prilaku, sehingga remaja yang bersangkutan akan merasa lebih nyaman.
Sayekti Pujo Suwarno telah memperkenalkan 10 pendekatan dalam konseling, yaitu :
1.         Client Centered Therapy (CCT) atau Terapi Berpusat Pada Klien
Dasar dari teori ini adalah meletakan konseli sebagai pusatnya, bahwa dalam diri konseling mempunyai kemampuan dan kekuatan untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaanya dan dapat mengatur dirinya sendiri.
Tujuan konseling dengan pendekatan CCT yaitu :
a.    Memberi kesempatan dan kebebasan kepaa konseling untuk mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b.    Membantu konseling untuk makin sanggup berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dengan lingkungannya.
c.    Membantu konseli dalam mengadakan perubahan dari perasaan negatif menjadi perasaan postif.
2.         Rational Emotive Theory (RET) atau Teori Rasional Emotive
Konsep dasar teori ini adalah danya dua kekuatan dalam diri manusia yang menentukan perilakunya, yaitu berpikir rasional dan berpikir irasional. Sehingga tujuan utama dari konseling rasional emotive adalah :
a.    Memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara perpikir, keyakinan serta pandangan pandang konseling yang irasional menjadi pandangan rasional agar konseling dapat meningkatkan dirinya kearah positif
b.    Menghilangkan gangguan gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa benci, rasa takut , rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, rasa waswas, dan ras marah dengan melatih sistem keyakinan hidup secara rasional serta membangkitkan keberanian untuk memiliki kepercayaan dan kemampuan diri sendiri menghadapi masa depan.
3.         Transactional Analysis (TA) atau Analisis Transaksional
Teori ini ditekankan pada pentingnya aspek perjanjian dan keputusan-keputusan yang diambil konseli. Dasar teori analisis transaksional ini adalah teori kepribadian yang mempunyai iga pola perilaku berbeda sesuai status egonya, yaitu:
a.    Status ego orang tua yang menunjukkkan kepribadian sifat-sifat orang tua. Ada orang tua yang mengasuh ada pula orang tua yang kritis.
b.    Status ego dewasa yang memperlihatkan kesetabilan, tidak emosional, rasional, bekerja dengan fakta, produktif, obyektif, tegas dan efektif.
c.    Status ego anak yang menunjukan kepribadian tidak stabil, masih dalam perkembangan, berubah ubah, ingin tahu dan sebagainya. Tindakannya lebih banyak bersifat intuitif, kreatif dan ingin coba-coba.
4.         Humanistic Psychotherapy  atau Psikoterapi Manusiawi
Pandangan teori ini mempercayai bahwa manusia itu tidak pernah statis, ia selalu menjadi sesuatu yang berbeda dengan adanya potensi kreatif dan motivasi yang ada dalam dirinya. Keinginan menjadi sesuatu yang berbeda itu tersusun dalam hierarki menarik atas dasar prioritas dan potensi. Maslow telah membaginya menjadi lima hierarki kebutuhan. Kelima tahap itu adalah sebagai berikut:
a.    Psysiological needs, yaitu kebutuhan dasar yang meliputi makan, minum, udara dan sebagainya. Jika kebutuhan ini belum terpenuhi maka individu tersebut tidak dapat beranjak kepada kebutuhan yang lebih tinggi lagi.
b.    Savety needs, yaitu kebutuhan fisiologis tingkat kedua setelah kebutuhan dasar terpenuhi, yaitu perasaan aman. Bebas dari ancaman fisik maupun psikis.
c.    Belongingness needs, adalah kebutuhan sosial, yakni rasa memiliki atau di miliki serta menjadi bagian dari kelompok.
d.   Self esteem needs, meliputi penerimaan, perhatian, status, nama baik. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi bisa menimbulkan perasaan dan sikap rendah diri.
e.    Self actualization needs, yaitu kebutuhan yang tertinggi berupa aktualisasi diri pencapaian cita-cita dan perwujudan diri.
5.         Pschoanalysis  atau Psikoanalisis
Konsep dasar teori ini menekankan bahwa kepribadian setiap individu mempunyai tuga unsur, yaitu id (sumber dorongan instinktif), ego (pengatur antara dorongan instinktif dengan tuntutan kenyataan), dan super ego (fungsi moral).
Tujuan dari konseling dengan pendekatan psikoanalisis ini adalah membantu konseli dalam mendapatkan pengertian secara terus menerus sehingga terbangun kesadaran konseli tentang penyelesaian masalah yang mereka hadapi, membentuk kembali struktur karakter individu dengan menggunakan yang tak sadar menjadi sadar pada diri konseli dan memusatkan pada pengalaman masa kanak-kanak.
6.         Trait and Factor Theory  atau Teori Sifat dan Faktor
Konsep dasar teori ini memustkan aspek kesadaran pada tanggung jawab konseli dalam merencanakan dan menentukan sikap secara nyata untuk mencapai keinginan yang dikehendaki. Tanggung jawab yang dilakukan konseli ini mempunyai kualitas nilai yang menentukan kemampuan konseli dalam perjuangannya menghadapi kegagalan, belajar dari kegagalan untuk diambil hikmahnya sebagai loncatan untuk maju dalam mencapai hal yang lebih baik lagi.
Tujuan konseling dengan pendekatan reality therapy ini mendorong dan memotivasi konseli untuk bertanggung jawab dalam mengambil keputusan sendiri, sehingga konseli bisa terbebas dari ketergantungan yang menyulitkan dirinya.
7.         Reality Therapy  atau Terapi Realitas
Konsep dasar teori ini memusatkan aspek kesadaran pada tanggung jawab konseli dalam merencanakan dan menentukan sikap secara nyata untuk mencapai keinginan yang dikehendaki. Tanggung jawab yang dilakukan konseli ini mempunyai kualitas nilai yang menentukan kemampuan konseli dalam perjuangannya menghadapi kegagalan, belajar dari kegagalan untuk diambil hikmahnya sebagai loncatan untuk maju dalam mencapai hal yang lebih baik lagi.
Tujuan konseling dengan pendekatan reality therapy ini mendorong dan memotivasi konseli untuk bertanggung jawab dalam mengambil keputusan sendiri, sehingga konseli bisa terbebas dari ketergantungan yang menyulitkan dirinya
8.         Individual Psychology  atau Psikologi Individual
Konsep dasar teori ini menekankan pada keunikan tiap individu, masing-masing mempunyai minat, tingkah laku dan keinginan yang berbeda satu dan lainnya. Walaupun memiliki life style yang berbeda-beda, mereka tetap menjadi makhluk sosial.
Tujuan dari konseling dengan pendekatan individual ini untuk membantu individu memperoleh penguatan dan pandangan yang betul terhadap kenyataan yang mereka jalani, membantu konseli agar paham dan sadar akan life style mereka yang unik, membantu konseli dalam meningkatkan minta sosial mereka.
9.         Gestalt Therapy  atau Terapi Gestalt
Teori ini mempunyai konsep dasar bahwa manusia merupakan keseluruhan dari tubuh emosi, pikiran, sensasi dan persepsi yang semuanya memiliki fungsi dan saling berhubungan.
Atas dasar itu, tujuan dari terapi gestalt adalah membantu konseli menyatukan aspek-aspek kepribadian yang dimilikinya menjadi pribadi utuh, sehingga konseli dapat bertanggung jawab atas dirinya untuk mengintegrasikan  diri dalam lingkungan dan beraktualisasi.
10.     Behavior Therapy  atau Terapi Perilaku
Konsep dasar dari teori ini adalah belajar. Para ahli berasumsi bahwa seluruh tingkah laku manusia diperoleh dengan cara belajar. Manusia mempunyai dorongan yang bersifat fisik, melalui social learning terbentuk motif, yang dengan motif ini individu didorong untuk mencapai tujuan. Respon itu kalau diganjar, cenderung akan diulang-ulangi. Pengulangan yang dilakukan individu tersebut akan membentuk tingkah laku.
Pendekatan behavior therapy bertujuan untuk menghilangkan tingkah laku yang maladaptive dan membentuk tingkah laku baru yang sesuai dengan harapan. Oleh karena itu, pendekatan ini tidak banyak menggunakan bahasa verbal. [1]
Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk merencanakan penganggaran program-program bimbingan dan konseling:
1.    Pendekatan Subjektif
Inti dari pendekatan ini ialah berdasarkan pendapat atau pengalaman sebelumnya. Bagi sekolah-sekolah belum menyediakan anggaran khusus untuk bimbingan konseling, pendekatan ini juga dapat digunakan. Atas dasar pengalamannya, dapat diajukan pendanaan kepada pimpinan lembaga untuk membiayai terlaksananya kegiatan.
2.    Pendekatan Tugas
Pendekatan ini menekankan kepada penganggaran satuan-satuan layanan dan kegiatan pendukungnya, dengan waktu pencapaian paling tidak untuk satu catur wulan. Pendekatan ini dapat dilakukan guru pembimbing ketika menjelaskan programnya, yang berupa rekapitulasi satuan layanan-layanan tersebut, dan yang berupa rekapitulasi ikut sertakan dalam penanganan.
3.    Pendekatan Normatif
Dalam menyusun satuan-satuan layanan dan kegiatan pendukungnya, konselor perlu mengarahkan pelayanannya untuk membantu siswa mencapai perkembangan yang optimal sesuai dengan potensinya.
Ketiga pendekatan diatas bukanlah kegiatan yang terpisah, pembedaan pembahasannya hanya dimaksudkan untuk memberikan penekanan. Dalam pelaksanaannya, ketiga pendapatan tersebut perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi dan kondisi setempat. [2]

B.       Teknik-Teknik Bimbingan dan Konseling
Pada umumnya tekinik teknik yang dipergunakan dalam bimbingan mengambil dua pendekatan, yaitu pendekatan secara kelompok dan pendekatan secara individual. Pendektan secara kelompok disebut juga bimbingan kelompok (group guidance)  dan pendekatan secara individual disebut penyuluhan individuil.
1.      Bimbingan Kelompok
Teknik ini dipergunakan dalam membantu murid atau sekelompok murid memecahkan masalah dengan melalui kegiatan kelompok. Masalah yang dihadapi mungkin bersifat kelompok, yaitu yang dirasakan oleh bersama oleh kelompok atau yang bersifat individuil yaitu yang dirasakan oleh individu sebagai anggota kelompok. Beberapa bentuk khusus teknik bimbingan kelompok yaitu :
a)    Home room program
b)   Karyawisata
c)    Diskusi kelompok
d)   Kegiatan kelompok
e)    Organisasi murid
f)    Sosiodrama
g)   Psikodrama
h)   Remedial teaching[3]

2.      Penyuluhan Individuil (individual counseling)
Counseling atau penyuluhan merupakan salah satu teknik pemberian bantuan secara individuil dan secara langsung berkomunikasi. Dalam teknik ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan yang bersifat face to fave relationship ( hubungan empat mata ), yang dilaksanakan dengan wawancara antara conselor dengan kasus. Masalah yang dipecahkan melalui teknik counseling ini ialah masalah yang bersifat pribadi. Pada umumnya dikenal ada tiga teknik khusus dalam counseling yaitu :
a)    Directive counseling, yaitu teknik counseling dimana yang paling berperan ialah counselor,counselor berusaha mengarahkan counselee seauai dengan masalahnya.
b)   Non-directive counseling, teknik kebalikan dari teknik diatas, yaitu semuanya berpuaat pada counselee. Counselor hanya menampung pembicaraan, yang berperan ialah counselee. Counselee bebas vicara sedangkan counselor menampung dan mengarahkan.
c)    Eclective counseling, yaitu campuran kedua teknik diatas.

Langkah langkah yang ditempuh dalam counseling ialah :
a)    Menentukan masalah
b)   Pengumpulan data
c)    Analisa data
d)   Diagnosa atau latar belakang masalah
e)    Prognosa atau menetapkan langkah bantuam yang akan diambil
f)    Therapy yaitu pelaksanaan bantuan
g)   Evaluasi dan follow up yaitu untuk melihat hasil yang telah ditempuh[4]
Konseling mengandung suatu proses antarpribadi yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan nonverbal.
1.         Verbal
Suatu teknik konseling yang verbal adalah sembarang tanggapan verbal yang diberikan oleh konselor, yang merupakan perwujudan konkret dari maksud, pikiran, dan perasaan yang terbentuk dalam batin konselor (tanggapan batin) untuk membantu konseli pada saat tertentu.
Teknik verbal dengan nomor a s/d i mengandung pengarahan sedikit dan lebih sesuai dengan metode nondirektif, sedangklan nomor j s/d u mengandung pengarahan banyak dan lebih sesuai dengan metode direktif, yaitu:
a.    Ajakan Untuk Memulai (invitation Talk)
b.    Penerimaan / Menunjukkan Pengertian (Acceptance, Understanding)
c.    Perumusan Kembali Pikiran–Gagasan / Refleksi Pikiran (Reflection of Content)
d.   Perumusan Kembali Perasaan / Refleksi Perasaan (Reflection of Feelings)
e.    Penjelasan Pikiran-Gagasan / Klarifikasi Pikiran (Clarification of Content)
f.     Penjelasan Perasaan / Klarifikasi Perasaan (Clarification of Feelings)
g.    Permintaan untuk Melanjutkan (General Lead)
h.    Pengulangan Satu-Dua Kata (Accent)
i.      Ringkasan / Rangkuman (Summary)
j.      Pertanyaan Mengenai Hal Tertentu (Questioning / Probing)
k.    Pemberian Umpan Balik (Feedback)
l.      Pemberian Informasi (Information Giving)
m.  Penyajian Alternatif (Forking Response)
n.    Penyelidikan (Investigation)
o.    Pemberian Struktur (Structuring)
p.    Interprestasi (Interpretation)
q.    Konfrontasi (Confrontation)
r.     Diagnosis (Diagnosis)
s.     Dukungan / Bombongan (Reassurance / Support)
t.     Usul / Saran (Suggestion, Advice)
u.    Penolakan (Criticism, Negative Evaluation)
Teknik-teknik konseling verbal yang disebutkan diatas, harus digunakan secara luwes dan lama-kelamaan diterapkan secara spontan, untuk itu dibutuhkan pengalaman di lapangan yang cukup lama. Maka tidak mengherankan kalau semua calon konselor masih mengalami kesulitan dalam penggunaan teknik-teknik itu, namun serangkaian latihan terarah dalam rangka praktikum konseling (microconseling) dan membiasakan mereka dengan penggunaan aneka teknik ini sebagai mana mestinya.
2.         Nonverbal
Menurut Mehrabian dalam buku Silent Messeges (1981), istilah perilaku nonverbal (nonverbal behavior) dapat diartikan secara sempit dan secara luas. Dalam arti sempit perilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata, misalnya ekspresi wajah, sikap badan, anggukan kepala, dsb. Teknik-teknik nonverbal itu adalah, antara lain:
a.    Senyuman: untuk menyatakan sikap menerima.
b.    Cara duduk: untuk menyatakan sikap rileks dan sikap mau memperhatikan.
c.    Anggukan kepala: untuk menyatakan penerimaan dan menunjukkan pengetahuan.
d.   Gerak-gerik lengan dan tangan: untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.
e.    Berdiam diri: untuk memberikan kesempatan kepada konseli berbicara secara leluasa, mengatur pikirannya atau menenangkan diri.
f.     Mimik (ekspresi wajah, roman muka, air muka, raut muka): untuk menunjang atau mendukung dan menyertai reaksi-reaksi verbal.
g.    Kontak mata (konselor mencari kontak mata dengan konseli): untuk menunjang atau mendukung tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar.
h.    Variasi dalam nada suara dan kecepatan bicara: untuk menyesuaikan diri dengan ungkapan perasaan konseli.
i.      Sentuhan: untuk menunjang tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar. Namun perlu diingat, bahwa kontak fisik antara konselor dan koseli secara potensial dapat membahayakan, lebih-lebih dalam lingkup kebudayaan yang cenderung menghindari kontak fisik selain berjabat tangan sebagai tanda salam.[5]
3.         Teknik khusus konseling
Disamping mengarahkan teknik-teknik umum, dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan teknik-teknik khusus yaitu antara lain:
a)    Latihan asensif
Latihan ini berguna untuk membantu individu yang tidak mamapu menggungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan mengatakan tidak, mengungkapkan afeksi, dan respon positif lainnya.
b)   Desensitisasi sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang di alamai dengan cara mengajarkan klien untuk rileks.
c)    Pengkondisian aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksud untuk meninggaalkan kepekaan klien agar mengerti respons pada stimulus yang disenanginya dengan kelebihan stimulus tersebut.
d)   Pembentukan prilaku model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk prilaku baru pada klien dan memperkuat prilaku yang sudah terbentuk.
e)    Permainan dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialokkan dua kecendrungan yang saling bertentangan.
f)    Latihan bertanggung jawab
Teknik ini merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada orang lain.[6]



[1] Endang Artiati Suhesti, S.Pd, Bagaimana Konselor Sekolah Bersikap(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), Hlm 132-143
[2] Drs. Ridwan,M.Pd. Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008)Hlm 207-209
[3] NN, Bimbingan dan Penyuluhan Di Sekolah, Bandung: Percetakan Angkasa, 1999, hlm. 106
[4] Ibid, hlm. 110
[5]W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT Grasindo, 1997),  hal 351-369
[6] http://finaniswati.blogspot.com/2013/11