hai hai..... Long time no see....
kali ini aku mau share tentang pendekatan bimbingan dan konseling, kenapa posting ini? pertama aku mau bagi-bagi informasi mengenai BK, kedua dari pada info ini mubadzir di laptopku hehehehe yuk langsung aja.............
A. Pendekatan
Bimbingan dan Konseling
Bagi remaja, keberadapan konseling dibutuhkan,
sebagai mana dijelaskan oleh Kathryn Geldart dan David Geldart bahwa bagi
remaja, konseling diperlukan untuk :
1. Memberi
nasehat, dimana keputusan yang tepat dipandang sangat penting.
2. Bimbingan,
dimana remaja mengalami kesulitan karena ketidak matangan atau perilaku dan
akan menyukai pertolongan yang berupa arahan.
3. Psikoterapi,
dimana fokusnya ada pada strees emosional dan psikologis. Harapanya adalah
bahwa konseling akan mengakibatkan perubahan dalam sikap pola prilaku, sehingga
remaja yang bersangkutan akan merasa lebih nyaman.
Sayekti Pujo Suwarno telah memperkenalkan 10
pendekatan dalam konseling, yaitu :
1.
Client Centered Therapy (CCT) atau
Terapi Berpusat Pada Klien
Dasar dari teori ini adalah meletakan konseli
sebagai pusatnya, bahwa dalam diri konseling mempunyai kemampuan dan kekuatan
untuk dapat menyesuaikan diri dengan keadaanya dan dapat mengatur dirinya
sendiri.
Tujuan konseling dengan pendekatan CCT yaitu :
a. Memberi
kesempatan dan kebebasan kepaa konseling untuk mengekspresikan
perasaan-perasaannya.
b. Membantu
konseling untuk makin sanggup berdiri sendiri dalam mengadakan integrasi dengan
lingkungannya.
c. Membantu
konseli dalam mengadakan perubahan dari perasaan negatif menjadi perasaan
postif.
2.
Rational Emotive Theory (RET) atau
Teori Rasional Emotive
Konsep
dasar teori ini adalah danya dua kekuatan dalam diri manusia yang menentukan
perilakunya, yaitu berpikir rasional dan berpikir irasional. Sehingga tujuan
utama dari konseling rasional emotive adalah :
a. Memperbaiki
dan mengubah sikap, persepsi, cara perpikir, keyakinan serta pandangan pandang
konseling yang irasional menjadi pandangan rasional agar konseling dapat
meningkatkan dirinya kearah positif
b. Menghilangkan
gangguan gangguan emosional yang merusak diri sendiri seperti rasa benci, rasa
takut , rasa bersalah, rasa berdosa, rasa cemas, rasa waswas, dan ras marah
dengan melatih sistem keyakinan hidup secara rasional serta membangkitkan
keberanian untuk memiliki kepercayaan dan kemampuan diri sendiri menghadapi
masa depan.
3.
Transactional Analysis (TA) atau
Analisis Transaksional
Teori
ini ditekankan pada pentingnya aspek perjanjian dan keputusan-keputusan yang
diambil konseli. Dasar teori analisis transaksional ini adalah teori
kepribadian yang mempunyai iga pola perilaku berbeda sesuai status egonya,
yaitu:
a. Status
ego orang tua yang menunjukkkan kepribadian sifat-sifat orang tua. Ada orang
tua yang mengasuh ada pula orang tua yang kritis.
b. Status
ego dewasa yang memperlihatkan kesetabilan, tidak emosional, rasional, bekerja
dengan fakta, produktif, obyektif, tegas dan efektif.
c. Status
ego anak yang menunjukan kepribadian tidak stabil, masih dalam perkembangan,
berubah ubah, ingin tahu dan sebagainya. Tindakannya lebih banyak bersifat
intuitif, kreatif dan ingin coba-coba.
4.
Humanistic Psychotherapy
atau Psikoterapi Manusiawi
Pandangan
teori ini mempercayai bahwa manusia itu tidak pernah statis, ia selalu menjadi
sesuatu yang berbeda dengan adanya potensi kreatif dan motivasi yang ada dalam
dirinya. Keinginan menjadi sesuatu yang berbeda itu tersusun dalam hierarki
menarik atas dasar prioritas dan potensi. Maslow telah membaginya menjadi lima
hierarki kebutuhan. Kelima tahap itu adalah sebagai berikut:
a. Psysiological needs,
yaitu kebutuhan dasar yang meliputi makan, minum, udara dan sebagainya. Jika
kebutuhan ini belum terpenuhi maka individu tersebut tidak dapat beranjak
kepada kebutuhan yang lebih tinggi lagi.
b. Savety needs,
yaitu kebutuhan fisiologis tingkat kedua setelah kebutuhan dasar terpenuhi,
yaitu perasaan aman. Bebas dari ancaman fisik maupun psikis.
c. Belongingness needs,
adalah kebutuhan sosial, yakni rasa memiliki atau di miliki serta menjadi
bagian dari kelompok.
d. Self esteem needs,
meliputi penerimaan, perhatian, status, nama baik. Jika kebutuhan ini tidak
terpenuhi bisa menimbulkan perasaan dan sikap rendah diri.
e. Self actualization needs,
yaitu kebutuhan yang tertinggi berupa aktualisasi diri pencapaian cita-cita dan
perwujudan diri.
5.
Pschoanalysis
atau Psikoanalisis
Konsep dasar teori ini menekankan bahwa kepribadian
setiap individu mempunyai tuga unsur, yaitu id
(sumber dorongan instinktif), ego
(pengatur antara dorongan instinktif dengan tuntutan kenyataan), dan super ego (fungsi moral).
Tujuan
dari konseling dengan pendekatan psikoanalisis ini adalah membantu konseli
dalam mendapatkan pengertian secara terus menerus sehingga terbangun kesadaran
konseli tentang penyelesaian masalah yang mereka hadapi, membentuk kembali
struktur karakter individu dengan menggunakan yang tak sadar menjadi sadar pada
diri konseli dan memusatkan pada pengalaman masa kanak-kanak.
6.
Trait and Factor Theory
atau Teori Sifat dan Faktor
Konsep
dasar teori ini memustkan aspek kesadaran pada tanggung jawab konseli dalam
merencanakan dan menentukan sikap secara nyata untuk mencapai keinginan yang
dikehendaki. Tanggung jawab yang dilakukan konseli ini mempunyai kualitas nilai
yang menentukan kemampuan konseli dalam perjuangannya menghadapi kegagalan,
belajar dari kegagalan untuk diambil hikmahnya sebagai loncatan untuk maju
dalam mencapai hal yang lebih baik lagi.
Tujuan
konseling dengan pendekatan reality
therapy ini mendorong dan memotivasi konseli untuk bertanggung jawab dalam
mengambil keputusan sendiri, sehingga konseli bisa terbebas dari ketergantungan
yang menyulitkan dirinya.
7.
Reality Therapy atau Terapi Realitas
Konsep
dasar teori ini memusatkan aspek kesadaran pada tanggung jawab konseli dalam
merencanakan dan menentukan sikap secara nyata untuk mencapai keinginan yang
dikehendaki. Tanggung jawab yang dilakukan konseli ini mempunyai kualitas nilai
yang menentukan kemampuan konseli dalam perjuangannya menghadapi kegagalan,
belajar dari kegagalan untuk diambil hikmahnya sebagai loncatan untuk maju
dalam mencapai hal yang lebih baik lagi.
Tujuan
konseling dengan pendekatan reality
therapy ini mendorong dan memotivasi konseli untuk bertanggung jawab dalam
mengambil keputusan sendiri, sehingga konseli bisa terbebas dari ketergantungan
yang menyulitkan dirinya
8.
Individual Psychology
atau Psikologi Individual
Konsep
dasar teori ini menekankan pada keunikan tiap individu, masing-masing mempunyai
minat, tingkah laku dan keinginan yang berbeda satu dan lainnya. Walaupun
memiliki life style yang
berbeda-beda, mereka tetap menjadi makhluk sosial.
Tujuan
dari konseling dengan pendekatan individual ini untuk membantu individu
memperoleh penguatan dan pandangan yang betul terhadap kenyataan yang mereka
jalani, membantu konseli agar paham dan sadar akan life style mereka yang unik, membantu konseli dalam meningkatkan
minta sosial mereka.
9.
Gestalt Therapy
atau Terapi Gestalt
Teori
ini mempunyai konsep dasar bahwa manusia merupakan keseluruhan dari tubuh
emosi, pikiran, sensasi dan persepsi yang semuanya memiliki fungsi dan saling
berhubungan.
Atas
dasar itu, tujuan dari terapi gestalt adalah membantu konseli menyatukan
aspek-aspek kepribadian yang dimilikinya menjadi pribadi utuh, sehingga konseli
dapat bertanggung jawab atas dirinya untuk mengintegrasikan diri dalam lingkungan dan beraktualisasi.
10. Behavior
Therapy atau
Terapi Perilaku
Konsep
dasar dari teori ini adalah belajar. Para ahli berasumsi bahwa seluruh tingkah
laku manusia diperoleh dengan cara belajar. Manusia mempunyai dorongan yang
bersifat fisik, melalui social learning
terbentuk motif, yang dengan motif ini individu didorong untuk mencapai tujuan.
Respon itu kalau diganjar, cenderung akan diulang-ulangi. Pengulangan yang
dilakukan individu tersebut akan membentuk tingkah laku.
Pendekatan
behavior therapy bertujuan untuk
menghilangkan tingkah laku yang maladaptive
dan membentuk tingkah laku baru yang sesuai dengan harapan. Oleh karena itu,
pendekatan ini tidak banyak menggunakan bahasa verbal. [1]
Ada tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk
merencanakan penganggaran program-program bimbingan dan konseling:
1. Pendekatan
Subjektif
Inti
dari pendekatan ini ialah berdasarkan pendapat atau pengalaman sebelumnya. Bagi
sekolah-sekolah belum menyediakan anggaran khusus untuk bimbingan konseling,
pendekatan ini juga dapat digunakan. Atas dasar pengalamannya, dapat diajukan
pendanaan kepada pimpinan lembaga untuk membiayai terlaksananya kegiatan.
2. Pendekatan
Tugas
Pendekatan
ini menekankan kepada penganggaran satuan-satuan layanan dan kegiatan
pendukungnya, dengan waktu pencapaian paling tidak untuk satu catur wulan.
Pendekatan ini dapat dilakukan guru pembimbing ketika menjelaskan programnya,
yang berupa rekapitulasi satuan layanan-layanan tersebut, dan yang berupa
rekapitulasi ikut sertakan dalam penanganan.
3. Pendekatan
Normatif
Dalam
menyusun satuan-satuan layanan dan kegiatan pendukungnya, konselor perlu
mengarahkan pelayanannya untuk membantu siswa mencapai perkembangan yang
optimal sesuai dengan potensinya.
Ketiga
pendekatan diatas bukanlah kegiatan yang terpisah, pembedaan pembahasannya
hanya dimaksudkan untuk memberikan penekanan. Dalam pelaksanaannya, ketiga
pendapatan tersebut perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi dan kondisi
setempat. [2]
B. Teknik-Teknik
Bimbingan dan Konseling
Pada
umumnya tekinik teknik yang dipergunakan dalam bimbingan mengambil dua
pendekatan, yaitu pendekatan secara kelompok dan pendekatan secara individual.
Pendektan secara kelompok disebut juga bimbingan kelompok (group guidance) dan pendekatan secara individual disebut
penyuluhan individuil.
1. Bimbingan
Kelompok
Teknik ini dipergunakan dalam membantu murid atau
sekelompok murid memecahkan masalah dengan melalui kegiatan kelompok. Masalah
yang dihadapi mungkin bersifat kelompok, yaitu yang dirasakan oleh bersama oleh
kelompok atau yang bersifat individuil yaitu yang dirasakan oleh individu
sebagai anggota kelompok. Beberapa bentuk khusus teknik bimbingan kelompok
yaitu :
a) Home
room program
b) Karyawisata
c) Diskusi
kelompok
d) Kegiatan
kelompok
e) Organisasi
murid
f) Sosiodrama
g) Psikodrama
h) Remedial
teaching[3]
2. Penyuluhan
Individuil (individual counseling)
Counseling atau penyuluhan merupakan salah satu
teknik pemberian bantuan secara individuil dan secara langsung berkomunikasi.
Dalam teknik ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan yang bersifat face
to fave relationship ( hubungan empat mata ), yang dilaksanakan dengan
wawancara antara conselor dengan kasus. Masalah yang dipecahkan melalui teknik
counseling ini ialah masalah yang bersifat pribadi. Pada umumnya dikenal ada
tiga teknik khusus dalam counseling yaitu :
a) Directive
counseling, yaitu teknik counseling dimana yang paling berperan ialah
counselor,counselor berusaha mengarahkan counselee seauai dengan masalahnya.
b) Non-directive
counseling, teknik kebalikan dari teknik diatas, yaitu semuanya berpuaat pada
counselee. Counselor hanya menampung pembicaraan, yang berperan ialah
counselee. Counselee bebas vicara sedangkan counselor menampung dan
mengarahkan.
c) Eclective
counseling, yaitu campuran kedua teknik diatas.
Langkah langkah yang
ditempuh dalam counseling ialah :
a) Menentukan
masalah
b) Pengumpulan
data
c) Analisa
data
d) Diagnosa
atau latar belakang masalah
e) Prognosa
atau menetapkan langkah bantuam yang akan diambil
f) Therapy
yaitu pelaksanaan bantuan
g) Evaluasi
dan follow up yaitu untuk melihat hasil yang telah ditempuh[4]
Konseling mengandung suatu proses antarpribadi
yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan nonverbal.
1.
Verbal
Suatu
teknik konseling yang verbal adalah sembarang tanggapan verbal yang diberikan
oleh konselor, yang merupakan perwujudan konkret dari maksud, pikiran, dan
perasaan yang terbentuk dalam batin konselor (tanggapan batin) untuk membantu
konseli pada saat tertentu.
Teknik
verbal dengan nomor a s/d i mengandung pengarahan sedikit dan lebih sesuai
dengan metode nondirektif, sedangklan nomor j s/d u mengandung pengarahan
banyak dan lebih sesuai dengan metode direktif, yaitu:
a. Ajakan
Untuk Memulai (invitation Talk)
b. Penerimaan
/ Menunjukkan Pengertian (Acceptance, Understanding)
c. Perumusan
Kembali Pikiran–Gagasan / Refleksi Pikiran (Reflection of Content)
d. Perumusan
Kembali Perasaan / Refleksi Perasaan (Reflection of Feelings)
e. Penjelasan
Pikiran-Gagasan / Klarifikasi Pikiran (Clarification of Content)
f. Penjelasan
Perasaan / Klarifikasi Perasaan (Clarification of Feelings)
g. Permintaan
untuk Melanjutkan (General Lead)
h. Pengulangan
Satu-Dua Kata (Accent)
i. Ringkasan
/ Rangkuman (Summary)
j. Pertanyaan
Mengenai Hal Tertentu (Questioning / Probing)
k. Pemberian
Umpan Balik (Feedback)
l. Pemberian
Informasi (Information Giving)
m. Penyajian
Alternatif (Forking Response)
n. Penyelidikan
(Investigation)
o. Pemberian
Struktur (Structuring)
p. Interprestasi
(Interpretation)
q. Konfrontasi
(Confrontation)
r. Diagnosis
(Diagnosis)
s. Dukungan
/ Bombongan (Reassurance / Support)
t. Usul
/ Saran (Suggestion, Advice)
u. Penolakan
(Criticism, Negative Evaluation)
Teknik-teknik
konseling verbal yang disebutkan diatas, harus digunakan secara luwes dan
lama-kelamaan diterapkan secara spontan, untuk itu dibutuhkan pengalaman di
lapangan yang cukup lama. Maka tidak mengherankan kalau semua calon konselor
masih mengalami kesulitan dalam penggunaan teknik-teknik itu, namun serangkaian
latihan terarah dalam rangka praktikum konseling (microconseling) dan
membiasakan mereka dengan penggunaan aneka teknik ini sebagai mana mestinya.
2.
Nonverbal
Menurut
Mehrabian dalam buku Silent Messeges (1981), istilah perilaku nonverbal
(nonverbal behavior) dapat diartikan secara sempit dan secara luas. Dalam arti
sempit perilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan yang dibedakan
dari berbahasa dengan memakai kata-kata, misalnya ekspresi wajah, sikap badan,
anggukan kepala, dsb. Teknik-teknik nonverbal itu adalah, antara lain:
a. Senyuman:
untuk menyatakan sikap menerima.
b. Cara
duduk: untuk menyatakan sikap rileks dan sikap mau memperhatikan.
c. Anggukan
kepala: untuk menyatakan penerimaan dan menunjukkan pengetahuan.
d. Gerak-gerik
lengan dan tangan: untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.
e. Berdiam
diri: untuk memberikan kesempatan kepada konseli berbicara secara leluasa,
mengatur pikirannya atau menenangkan diri.
f. Mimik
(ekspresi wajah, roman muka, air muka, raut muka): untuk menunjang atau
mendukung dan menyertai reaksi-reaksi verbal.
g. Kontak
mata (konselor mencari kontak mata dengan konseli): untuk menunjang atau
mendukung tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar.
h. Variasi
dalam nada suara dan kecepatan bicara: untuk menyesuaikan diri dengan ungkapan
perasaan konseli.
i. Sentuhan:
untuk menunjang tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar. Namun perlu
diingat, bahwa kontak fisik antara konselor dan koseli secara potensial dapat
membahayakan, lebih-lebih dalam lingkup kebudayaan yang cenderung menghindari
kontak fisik selain berjabat tangan sebagai tanda salam.[5]
3.
Teknik khusus konseling
Disamping
mengarahkan teknik-teknik umum, dalam hal-hal tertentu dapat menggunakan
teknik-teknik khusus yaitu antara lain:
a) Latihan
asensif
Latihan
ini berguna untuk membantu individu yang tidak mamapu menggungkapkan perasaan
tersinggung, kesulitan mengatakan tidak, mengungkapkan afeksi, dan respon
positif lainnya.
b) Desensitisasi
sistematis
Desensitisasi
sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang di alamai dengan cara
mengajarkan klien untuk rileks.
c) Pengkondisian
aversi
Teknik
ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksud
untuk meninggaalkan kepekaan klien agar mengerti respons pada stimulus yang
disenanginya dengan kelebihan stimulus tersebut.
d) Pembentukan
prilaku model
Teknik
ini dapat digunakan untuk membentuk prilaku baru pada klien dan memperkuat
prilaku yang sudah terbentuk.
e) Permainan
dialog
Teknik
ini dilakukan dengan cara klien dikondisikan untuk mendialokkan dua
kecendrungan yang saling bertentangan.
f) Latihan
bertanggung jawab
Teknik ini
merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu klien agar mengakui dan
menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada
orang lain.[6]
[1] Endang
Artiati Suhesti, S.Pd, Bagaimana Konselor
Sekolah Bersikap(Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2012),
Hlm 132-143
[2] Drs.
Ridwan,M.Pd. Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2008)Hlm 207-209
[3] NN, Bimbingan dan Penyuluhan
Di Sekolah, Bandung: Percetakan Angkasa, 1999, hlm. 106
[4] Ibid,
hlm. 110
[5]W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan (Jakarta: PT Grasindo, 1997), hal 351-369
[6] http://finaniswati.blogspot.com/2013/11