Kali ini aku sharing tentang komunikasi verbal dan nonverbal dalam konseling, yuk dibaca.....
A.
Hakikat Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Komunikasi verbal adalah sarana utama untuk
menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan
kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita.
Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu
menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili
kata-kata itu.[1]
Komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan
pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, seperti komunikasi yang
menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan kata-kata, kontak
mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan.[2]
B.
Ciri-Ciri
Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang
menggunakan simbol-simbol verbal baik secara tertulis maupun secara lisan.
Komunikasi verbal ditandai dengan:
1.
Disampaikan secara lisan/bicara atau tulisan;
2.
Proses komunikasi eksplisit dan cenderung dua
arah; dan
3.
Kualitas proses komunikasi seringkali
ditentukan oleh komunikasi nonverbal.[3]
Menurut Muhammad Budyatna dan Leila Mona
Ganiem, ciri atau karakteristik komunikasi nonverbal dapat dibagi menjadi enam,
yaitu:
1.
Memiliki sifat berkesinambungan;
2.
Komunikasi nonverbal kaya akan makna;
3.
Komunikasi nonverbal dapat membingungkan;
4.
Komunikasi nonverbal menyampaikan emosi;
5.
Komunikasi nonverbal dikendalikan oleh
norma-norma dan peraturan mengenai kepatutan; dan
6.
Terikat pada budaya.[4]
C.
Klasifikasi
Pesan Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Klasifikasi pesan verbal dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Bahasa
Pada
dasarnya bahasa adalah suatu system lambang yang memungkinkan orang berbagi
makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah bahasa
verbal entah lisan, tertulis pada kertas, ataupun elektronik. Bahasa suatu
bangsa atau suku berasal dari interaksi dan hubungan antara warganya satu sama
lain.[5]
Bahasa
memiliki banyak fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat
hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu
adalah:
a. Untuk mempelajari tentang dunia
sekeliling kita;
b. Untuk membina hubungan yang baik di
antara sesame manusia
c. Untuk menciptakan ikatan-ikatan
dalam kehidupan manusia.
Bagaimana
mempelajari bahasa? Menurut para ahli, ada tiga teori yang membicarakan
sehingga orang bias memiliki kemampuan berbahasa.
Teori pertama disebut Operant Conditioning yang dikembangkan oleh
seorang ahli psikologi behavioristik yang bernama B. F. Skinner (1957). Teori
ini menekankan unsure rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response) atau lebih
dikenal dengan istilah S-R. teori ini menyatakan bahwa jika satu organism
dirangsang oleh stimuli dari luar, orang cenderung akan member reaksi.
Anak-anak mengetahui bahasa karena ia diajar oleh orang tuanya atau meniru apa
yang diucapkan oleh orang lain.
Teori kedua ialah teori kognitif yang dikembangkan oleh Noam Chomsky.
Menurutnya kemampuan berbahasa yang ada pada manusia adalah pembawaan biologis
yang dibawa dari lahir.
Teori
ketiga disebut Mediating theory atau teori penengah. Dikembangkan oleh
Charles Osgood. Teori ini menekankan bahwa manusia dalam mengembangkan
kemampuannya berbahasa, tidak saja bereaksi terhadap rangsangan (stimuli) yang
diterima dari luar, tetapi juga dipengaruhi oleh proses internal yang terjadi
dalam dirinya.[6]
2. Kata
Kata
merupakan unit lambang terkecil dalam bahasa. Kata adalah lambang yang
melambangkan atau mewakili sesuatu hal, entah orang, barang, kejadian, atau
keadaan. Jadi, kata itu bukan orang, barang, kejadian, atau keadaan sendiri.
Makna kata tidak ada pada pikiran orang. Tidak ada hubungan langsung antara
kata dan hal. Yang berhubungan langsung hanyalah kata dan pikiran orang.[7]
Komunikasi Nonverbal adalah komunikasi yang
menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk
melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis.
Komunikasi nonverbal merupakan bagian sangat penting untuk menyampaikan pikiran
dan perasaan kepada orang lain. Setiap anggota tubuh, mulai dari kaki sampai
kepala dapat digunakan sebagai ekspresi pikiran dan perasaan secara simbolik.[8]
Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat
nonverbal menjadi tiga bagian, yaitu:
1.
Bahasa tanda (sign language)—acungan
jempol untuk menumpang mobil secara gratis; bahasa isyarat tuna rungu.
2.
Bahasa tindakan (action language)—semua
gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal,
misalnya: berjalan.
3.
Bahasa objek (object language)—pertunjukan
benda, pakaian, dan lambang nonverbal bersifat public lainnya seperti ukuran
ruangan, bendera, gambar (lukisan), music (misalnya marching band), dan
sebagainya, baik sengaja ataupun tidak.
Secara garis besar Larry A. Samovar dan Richard
E. Porter membagi pesan-pesan nonverbal menjadi dua katagori besar, yakni:
1.
Perilaku yang terdiri dari penampilan dan
pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan,
bau-bauan, dan parabahasa.
2.
Ruang, waktu, dan diam.[9]
D.
Fungsi
Perilaku Verbal dan Nonverbal
Menurut Larry L.
Barker,
bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau
labeling), interaksi, dan transmisi informasi.
1. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek,
tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam
komunikasi.
2. Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat
mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
3.
Melalui bahasa,
informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi
transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi
yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan,
memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Mark
L. Knapp menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan
verbal:
1.
Repetisi,
yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya
setelah mengatakan penolakan, seseorang menggelengkan kepala.
2. Substitusi,
yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpah sepatah katapun kita
berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
3. Kontradiksi,
menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal.
Misalnya memuji prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata “Hebat,
kau memang hebat.”
4. Komplemen,
yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya air muka
menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
5. Aksentuasi,
yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya seseorang
mengungkapkan betapa jengkelnya dengan memukul meja.[10]
E.
Perilaku
Verbal dan Nonverbal dalam Konseling
Konseling mengandung suatu proses antarpribadi yang
berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan nonverbal.
1.
Verbal
Suatu
teknik konseling yang verbal adalah sembarang tanggapan verbal yang diberikan
oleh konselor, yang merupakan perwujudan konkret dari maksud, pikiran, dan
perasaan yang terbentuk dalam batin konselor (tanggapan batin) untuk membantu
konseli pada saat tertentu.
Teknik
verbal dengan nomor a s/d i mengandung pengarahan sedikit dan lebih sesuai
dengan metode nondirektif, sedangklan nomor j s/d u mengandung pengarahan
banyak dan lebih sesuai dengan metode direktif, yaitu:
a. Ajakan
Untuk Memulai (invitation Talk)
b. Penerimaan
/ Menunjukkan Pengertian (Acceptance, Understanding)
c. Perumusan
Kembali Pikiran–Gagasan / Refleksi Pikiran (Reflection of Content)
d. Perumusan
Kembali Perasaan / Refleksi Perasaan (Reflection of Feelings)
e. Penjelasan
Pikiran-Gagasan / Klarifikasi Pikiran (Clarification of Content)
f. Penjelasan
Perasaan / Klarifikasi Perasaan (Clarification of Feelings)
g. Permintaan
untuk Melanjutkan (General Lead)
h. Pengulangan
Satu-Dua Kata (Accent)
i. Ringkasan
/ Rangkuman (Summary)
j. Pertanyaan
Mengenai Hal Tertentu (Questioning / Probing)
k. Pemberian
Umpan Balik (Feedback)
l. Pemberian
Informasi (Information Giving)
m. Penyajian
Alternatif (Forking Response)
n. Penyelidikan
(Investigation)
o. Pemberian
Struktur (Structuring)
p. Interprestasi
(Interpretation)
q. Konfrontasi
(Confrontation)
r. Diagnosis
(Diagnosis)
s. Dukungan
/ Bombongan (Reassurance / Support)
t. Usul
/ Saran (Suggestion, Advice)
u. Penolakan
(Criticism, Negative Evaluation)
Teknik-teknik
konseling verbal yang disebutkan diatas, harus digunakan secara luwes dan
lama-kelamaan diterapkan secara spontan, untuk itu dibutuhkan pengalaman di
lapangan yang cukup lama. Maka tidak mengherankan kalau semua calon konselor
masih mengalami kesulitan dalam penggunaan teknik-teknik itu, namun serangkaian
latihan terarah dalam rangka praktikum konseling (microconseling) dan
membiasakan mereka dengan penggunaan aneka teknik ini sebagai mana mestinya.
2.
Nonverbal
Menurut
Mehrabian dalam buku Silent Messeges, istilah perilaku nonverbal (nonverbal
behavior) dapat diartikan secara sempit dan secara luas. Dalam arti sempit
perilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari
berbahasa dengan memakai kata-kata, misalnya ekspresi wajah, sikap badan,
anggukan kepala, dsb. Teknik-teknik nonverbal itu adalah, antara lain:
a. Senyuman:
untuk menyatakan sikap menerima.
b. Cara
duduk: untuk menyatakan sikap rileks dan sikap mau memperhatikan.
c. Anggukan
kepala: untuk menyatakan penerimaan dan menunjukkan pengetahuan.
d. Gerak-gerik
lengan dan tangan: untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.
e. Berdiam
diri: untuk memberikan kesempatan kepada konseli berbicara secara leluasa,
mengatur pikirannya atau menenangkan diri.
f. Mimik
(ekspresi wajah, roman muka, air muka, raut muka): untuk menunjang atau
mendukung dan menyertai reaksi-reaksi verbal.
g. Kontak
mata (konselor mencari kontak mata dengan konseli): untuk menunjang atau
mendukung tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar.
h. Variasi
dalam nada suara dan kecepatan bicara: untuk menyesuaikan diri dengan ungkapan
perasaan konseli.
i. Sentuhan:
untuk menunjang tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar. Namun perlu
diingat, bahwa kontak fisik antara konselor dan koseli secara potensial dapat
membahayakan, lebih-lebih dalam lingkup kebudayaan yang cenderung menghindari
kontak fisik selain berjabat tangan sebagai tanda salam.[11]
[1] Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hal.259
[5] Agus M.
Hardjana, Komunikasi Intrapersonal &Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta:
Kanisius, 2003), hal. 23
[6] Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta:
Raja Grafindo Perkasa, 2007), hal. 99-102
[8]Suranto AW, Komunikasi Sosial Budaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm.
153-173
[11]W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi
Pendidikan (Jakarta: PT Grasindo, 1997), hal 351-369
Tidak ada komentar:
Posting Komentar