Minggu, 27 November 2016

Komunikasi Verbal dan Nonverbal dalam Konseling

Kali ini aku sharing tentang komunikasi verbal dan nonverbal dalam konseling, yuk dibaca.....

A.     Hakikat Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Komunikasi verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita. Bahasa verbal menggunakan kata-kata yang merepresentasikan berbagai aspek realitas individual kita. Konsekuensinya, kata-kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu.[1]
Komunikasi nonverbal adalah penciptaan dan pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata-kata, seperti komunikasi yang menggunakan gerakan tubuh, sikap tubuh, vokal yang bukan kata-kata, kontak mata, ekspresi muka, kedekatan jarak dan sentuhan.[2]

B.     Ciri-Ciri Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan simbol-simbol verbal baik secara tertulis maupun secara lisan. Komunikasi verbal ditandai dengan:
1.    Disampaikan secara lisan/bicara atau tulisan;
2.    Proses komunikasi eksplisit dan cenderung dua arah; dan
3.    Kualitas proses komunikasi seringkali ditentukan oleh komunikasi nonverbal.[3]
Menurut Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, ciri atau karakteristik komunikasi nonverbal dapat dibagi menjadi enam, yaitu:
1.    Memiliki sifat berkesinambungan;
2.    Komunikasi nonverbal kaya akan makna;
3.    Komunikasi nonverbal dapat membingungkan;
4.    Komunikasi nonverbal menyampaikan emosi;
5.    Komunikasi nonverbal dikendalikan oleh norma-norma dan peraturan mengenai kepatutan; dan
6.    Terikat pada budaya.[4]

C.     Klasifikasi Pesan Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Klasifikasi pesan verbal dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.    Bahasa
Pada dasarnya bahasa adalah suatu system lambang yang memungkinkan orang berbagi makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah bahasa verbal entah lisan, tertulis pada kertas, ataupun elektronik. Bahasa suatu bangsa atau suku berasal dari interaksi dan hubungan antara warganya satu sama lain.[5]
Bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu adalah:
a.    Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita;
b.    Untuk membina hubungan yang baik di antara sesame manusia
c.    Untuk menciptakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.
Bagaimana mempelajari bahasa? Menurut para ahli, ada tiga teori yang membicarakan sehingga orang bias memiliki kemampuan berbahasa.
Teori pertama disebut Operant Conditioning yang dikembangkan oleh seorang ahli psikologi behavioristik yang bernama B. F. Skinner (1957). Teori ini menekankan unsure rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response) atau lebih dikenal dengan istilah S-R. teori ini menyatakan bahwa jika satu organism dirangsang oleh stimuli dari luar, orang cenderung akan member reaksi. Anak-anak mengetahui bahasa karena ia diajar oleh orang tuanya atau meniru apa yang diucapkan oleh orang lain.
Teori kedua ialah teori kognitif yang dikembangkan oleh Noam Chomsky. Menurutnya kemampuan berbahasa yang ada pada manusia adalah pembawaan biologis yang dibawa dari lahir.
Teori ketiga disebut Mediating theory atau teori penengah. Dikembangkan oleh Charles Osgood. Teori ini menekankan bahwa manusia dalam mengembangkan kemampuannya berbahasa, tidak saja bereaksi terhadap rangsangan (stimuli) yang diterima dari luar, tetapi juga dipengaruhi oleh proses internal yang terjadi dalam dirinya.[6]
2.    Kata
Kata merupakan unit lambang terkecil dalam bahasa. Kata adalah lambang yang melambangkan atau mewakili sesuatu hal, entah orang, barang, kejadian, atau keadaan. Jadi, kata itu bukan orang, barang, kejadian, atau keadaan sendiri. Makna kata tidak ada pada pikiran orang. Tidak ada hubungan langsung antara kata dan hal. Yang berhubungan langsung hanyalah kata dan pikiran orang.[7]

Komunikasi Nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan-pesan nonverbal. Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-kata terucap dan tertulis. Komunikasi nonverbal merupakan bagian sangat penting untuk menyampaikan pikiran dan perasaan kepada orang lain. Setiap anggota tubuh, mulai dari kaki sampai kepala dapat digunakan sebagai ekspresi pikiran dan perasaan secara simbolik.[8]
Jurgen Ruesch mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian, yaitu:
1.    Bahasa tanda (sign language)—acungan jempol untuk menumpang mobil secara gratis; bahasa isyarat tuna rungu.
2.    Bahasa tindakan (action language)—semua gerakan tubuh yang tidak digunakan secara eksklusif untuk memberikan sinyal, misalnya: berjalan.
3.    Bahasa objek (object language)—pertunjukan benda, pakaian, dan lambang nonverbal bersifat public lainnya seperti ukuran ruangan, bendera, gambar (lukisan), music (misalnya marching band), dan sebagainya, baik sengaja ataupun tidak.
Secara garis besar Larry A. Samovar dan Richard E. Porter membagi pesan-pesan nonverbal menjadi dua katagori besar, yakni:
1.    Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan dan postur tubuh, ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, bau-bauan, dan parabahasa.
2.    Ruang, waktu, dan diam.[9]

D.     Fungsi Perilaku Verbal dan Nonverbal
Menurut Larry L. Barker, bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.
1.    Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
2.    Fungsi interaksi menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
3.    Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Mark L. Knapp menyebut lima fungsi pesan nonverbal yang dihubungkan dengan pesan verbal:
1.    Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya setelah mengatakan penolakan, seseorang menggelengkan kepala.
2.    Substitusi, yaitu menggantikan lambang-lambang verbal. Misalnya tanpah sepatah katapun kita berkata, kita menunjukkan persetujuan dengan mengangguk-anggukkan kepala.
3.    Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya memuji prestasi teman dengan mencibirkan bibir, seraya berkata “Hebat, kau memang hebat.”
4.    Komplemen, yaitu melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya air muka menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata.
5.    Aksentuasi, yaitu menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya seseorang mengungkapkan betapa jengkelnya dengan memukul meja.[10]

E.     Perilaku Verbal dan Nonverbal dalam Konseling
Konseling mengandung suatu proses antarpribadi yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan nonverbal.
1.         Verbal
Suatu teknik konseling yang verbal adalah sembarang tanggapan verbal yang diberikan oleh konselor, yang merupakan perwujudan konkret dari maksud, pikiran, dan perasaan yang terbentuk dalam batin konselor (tanggapan batin) untuk membantu konseli pada saat tertentu.
Teknik verbal dengan nomor a s/d i mengandung pengarahan sedikit dan lebih sesuai dengan metode nondirektif, sedangklan nomor j s/d u mengandung pengarahan banyak dan lebih sesuai dengan metode direktif, yaitu:
a.    Ajakan Untuk Memulai (invitation Talk)
b.    Penerimaan / Menunjukkan Pengertian (Acceptance, Understanding)
c.    Perumusan Kembali Pikiran–Gagasan / Refleksi Pikiran (Reflection of Content)
d.   Perumusan Kembali Perasaan / Refleksi Perasaan (Reflection of Feelings)
e.    Penjelasan Pikiran-Gagasan / Klarifikasi Pikiran (Clarification of Content)
f.     Penjelasan Perasaan / Klarifikasi Perasaan (Clarification of Feelings)
g.    Permintaan untuk Melanjutkan (General Lead)
h.    Pengulangan Satu-Dua Kata (Accent)
i.      Ringkasan / Rangkuman (Summary)
j.      Pertanyaan Mengenai Hal Tertentu (Questioning / Probing)
k.    Pemberian Umpan Balik (Feedback)
l.      Pemberian Informasi (Information Giving)
m.  Penyajian Alternatif (Forking Response)
n.    Penyelidikan (Investigation)
o.    Pemberian Struktur (Structuring)
p.    Interprestasi (Interpretation)
q.    Konfrontasi (Confrontation)
r.     Diagnosis (Diagnosis)
s.     Dukungan / Bombongan (Reassurance / Support)
t.     Usul / Saran (Suggestion, Advice)
u.    Penolakan (Criticism, Negative Evaluation)
Teknik-teknik konseling verbal yang disebutkan diatas, harus digunakan secara luwes dan lama-kelamaan diterapkan secara spontan, untuk itu dibutuhkan pengalaman di lapangan yang cukup lama. Maka tidak mengherankan kalau semua calon konselor masih mengalami kesulitan dalam penggunaan teknik-teknik itu, namun serangkaian latihan terarah dalam rangka praktikum konseling (microconseling) dan membiasakan mereka dengan penggunaan aneka teknik ini sebagai mana mestinya.

2.         Nonverbal
Menurut Mehrabian dalam buku Silent Messeges, istilah perilaku nonverbal (nonverbal behavior) dapat diartikan secara sempit dan secara luas. Dalam arti sempit perilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata, misalnya ekspresi wajah, sikap badan, anggukan kepala, dsb. Teknik-teknik nonverbal itu adalah, antara lain:
a.    Senyuman: untuk menyatakan sikap menerima.
b.    Cara duduk: untuk menyatakan sikap rileks dan sikap mau memperhatikan.
c.    Anggukan kepala: untuk menyatakan penerimaan dan menunjukkan pengetahuan.
d.   Gerak-gerik lengan dan tangan: untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.
e.    Berdiam diri: untuk memberikan kesempatan kepada konseli berbicara secara leluasa, mengatur pikirannya atau menenangkan diri.
f.     Mimik (ekspresi wajah, roman muka, air muka, raut muka): untuk menunjang atau mendukung dan menyertai reaksi-reaksi verbal.
g.    Kontak mata (konselor mencari kontak mata dengan konseli): untuk menunjang atau mendukung tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar.
h.    Variasi dalam nada suara dan kecepatan bicara: untuk menyesuaikan diri dengan ungkapan perasaan konseli.
i.      Sentuhan: untuk menunjang tanggapan verbal dan/atau menyatakan sikap dasar. Namun perlu diingat, bahwa kontak fisik antara konselor dan koseli secara potensial dapat membahayakan, lebih-lebih dalam lingkup kebudayaan yang cenderung menghindari kontak fisik selain berjabat tangan sebagai tanda salam.[11]



[1] Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hal.259
[2]Deddy Mulyana,  Komunikasi  Organisasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 343
[5] Agus M. Hardjana, Komunikasi Intrapersonal &Komunikasi Interpersonal, (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hal. 23
[6] Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2007), hal. 99-102
[7]Op. Cit, Agus M. Hardjana, hal. 22
[8]Suranto AW, Komunikasi Sosial Budaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hlm. 153-173
[9] Op. Cit. Deddy Mulyana, hal. 351-352
[10] Jalaluddin Rahmat, Psikologi Komunikasi,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hal.287
[11]W. S. Winkel, Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan (Jakarta: PT Grasindo, 1997),  hal 351-369

Tidak ada komentar:

Posting Komentar